APA AJA SIH ALAT NAVIGASI LAINYA ?
apa itu NCVS – NON Convention Vessels Standard
MENGETAHUI CARA KERJA ALAT NAVIGASI SANGAT MEMBANTU KITA DALAM MENJALANKAN TUGAS.mAUPUN MENGETAHUI KEADAAN ALUR DAN SEKITAR PELAYARAN MEMBUAT KITA MERASA AMAN UNTUK MELAKUKAN PERJALANAN.
Tentang Hidrografi
SURVEY HIDROGRAFI UNTUK MONITORING ALUR PELAYARAN
Friday, 21 January 2011 11:09 Nopindra Irawan (pi3n_k3r3n@yahoo.com) Tentang Hidrografi
E-mail Print PDF
SURVEY HIDROGRAFI UNTUK MONITORING ALUR PELAYARAN
Alur pelayaran dan rambu rambunya yang ada sekarang ini perlu dilakukan pemantauan dan pemeliharaan secara rutin untuk menjaga keselamatan dan kelancaran kapal yang melakukan pelayaran tersebut. Bahaya terjadinya kecelakaan pada pelayaran memberikan dampak yang sangat luas, bukan hanya faktor nyawa manusia di kapal yang bersangkutan namun pada kapal pengangkut bahan-bahan cair lainnya yang mengalami musibah tenggelam dan terbawa arus laut, sehingga pengotoran/polusi laut akan menyebar luas ketempat lain yang jauh dari tempat kejadian.
Pemeliharaan alur pelayaran dapat dilakukan dengan melaksanakan survey hydrografi secara berkala, Dengan alat GPS serta menggunakan metode differensial real time kinematik dapat membantu kegiatan survey secara cepat dan tepat di bandingkan dengan memakai peralatan yang konvensional seperti busur sextan, theodolite, dan alat bantu lainnya. Penggunaan metode differensial real time kinematik dapat menentukan posisi kapal secara teliti dalam waktu yang sangat singkat, sekaligus menentukan arah dan kecepatan kapal untuk melakukan survey.
Dengan memakai cara ini dapat mempersingkat pelaksanaan dan pemrosesan data dengan tingkat akurasi 1-3 meter, untuk pelaksanaan survey kolam pelabuhan saja dapat diselesaikan dengan waktu kurang lebih 7 hari sampai 12 hari dengan syarat tidak terjadi gangguan koneksi alat. Karena metode ini sudah memakai peralatan yang komputerise, sehingga pemrosesan datanya memiliki waktu yang lebih singkat dari pelaksanaan surveynya, dengan perbandingan 70:30 (70% untuk pelaksanaan survey dan 30% untuk pemrosesan data). Seiring perkembangan jaman, metode differensial real time kinematik cukup cepat dan tepat dalam pelaksanaan survey hydrografi, tetapi untuk ketelitian dapat di tingkatkan dengan menggunakan metode differensial yang terdapat di GPS. Hasil yang di dapat untuk penggunaan metode ini memiliki ketelitian 3 – 50cm tergantung dari pemrosesan data akhirnya.
Alur pelayaran mempunyai fungsi untuk memberi jalan kepada kapal untuk memasuki wilayah pelabuhan dengan aman dan mudah dalam memasuki kolam pelabuhan. Fungsi lain dari alur pelayaran adalah untuk menghilangkan kesulitan yang akan timbul karena gerakan kapal kearah atas (minimum ships maneuver activity) dan gangguan alam, maka perlu bagi perencanaan untuk memperhatikan keadaan alur pelayaran (ship channel) dan mulut pelabuhan (port entrance). Alur pelayaran harus memperhatikan besar kapal yang akan dilayani (panjang, lebar, berat, dan kecepatan kapal), jumlah jalur lalu lintas, bentuk lengkung alur yang berkaitan dengan besar jari – jari alur tersebut. Karena perbedaan antara perkiraan dan realisasi sering terjadi, maka penyediaan alur perlu dilakukan untuk mengantisipasi kehadiran kapal-kapal besar. Suatu penelitian tentang karakteristik alur perlu di evaluasi terhadap pergerakan trafik yang ada, pengaruh cuaca, operasi dari kapal nelayan, dan karakteristik alur tersebut. Dengan semakin meningkatnya perekonomian dunia maka penggunaan transportasi laut semakin padat, khususnya pada daerah sempit, seperti selat dan kanal, ataupun daerah yang terkonsentrasi seperti pelabuhan dan persilangan lintasan lalu lintas pelayaran yang dapat menimbulkan resiko tinggi untuk terjadinya kecelakaan pelayaran, baik berupa tabrakan sesama kapal ataupun bahaya pelayaran lainnya seperti bangkai kapal atau kandas di kedalaman yang dangkal.
Untuk pemeliharaan alur pelayaran biasanya dilakukan pengerukan secara berkala, perencanaan pengerukan tersebut memerlukan data-data keadaan permukaan dasar laut untuk dapat diketahui berapa volume rencana pengerukan. Survey hydrografi sangat penting peranannya untuk perencanaan pengerukan tersebut, karena hasil survey tersebut berupa data-data keadaan permukaan dasar laut yang disajikan berupa peta.
Adapun tahap-tahap pelaksanaan survey hydrografi ini adalah
a. Survey pendahuluan
Tahapan survey pendahuluan akan dimulai dengan melakukan orientasi di lokasi survey yang telah direncanakan serta mengadakan pengamatan terhadap aspek-aspek penting yang berhubungan dengan pelaksanaan survey. Adapun langkah dalam survey pendahuluan yang akan dilakukan sesuai dengan spesifikasi teknis adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi tugu/BM (Benchmark) referensi yang akan dipakai acuan dalam pekerjaan adalah tugu orde 1 atau 2 yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal dan BPN.
2. Identifikasi lokasi stasiun pasang surut terdekat ke lokasi survey.
3. Identifikasi dan pemilihan lokasi-lokasi rencana pemasangan tugu (BM) dan stasiun pasut disekitar lokasi survey.
4. Penentuan lokasi awal dimana pengukuran sounding akan dimulai.
5. Mengisi formulir survey serta membuat deskripsi informasi pencapaian lokasi titik BM dan stasiun pasut yang ada maupun rencana, serta informasi-informasi lainnya yang dianggap penting.
b. Penyediaan titik kontrol horizontal
Penentuan jaring kontrol horizontal bertujuan untuk menyediakan titik referensi bagi kegiatan pekerjaan selajutnya sehingga berada dalam satu sistem koordinat. Agar sistem koordinat ini terikat pada sistem kerangka dasar nasional maka perlu diikatkan pada titik tetap Bakosurtanal yang telah menggunakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) yang ditetapkan tahun 1996 dan merupakan datum yang mengacu pada datum Internasional WGS-84.
c. Pengamatan pasang surut
Fonomena pasang surut laut didefinisikan sebagai gerakan vertikal dari permukaan laut yang terjadi secara periodik. Adanya fonomena pasut berakibat kedalaman suatu titik berubah-ubah setiap waktu. Untuk itu dalam setiap pekerjaan survey hydrografi perlu ditetapkan suatu bidang acuan kedalaman laut yang disebut Muka Surutan/Chart Datum.
Tujuan dari pengamatan pasut ini selain untuk menentukan muka surutan juga untuk menentukan koreksi hasil ukuran kedalaman.
Survey Hidrografi
Dari gambar di atas diperoleh hubungan sebagai berikut :
rt= (Tt-Ho+Zo)
Dengan :
rt = besarnya reduksi pasut yang diberikan kepada hasil pengukuran kedalaman pada –t
Tt = kedudukan pengukuran laut sebenarnya pada waktu –t
Ho = keadaan permukaan laut rata-rata
Zo = kedalaman muka surutan di bawah MSL
d. Penentuan posisi horizontal titik fix menggunakan GPS dengan metode differensial real time kinematik
Pada teknologi ini satu receiver GPS akan dipasang pada titik kontrol darat dengan ketelitian tinggi yang terikat dengan titik tetap bakosurtanal dan akan berfungsi sebagai Referensi_Station sedangkan receiver lainnya dipasang di kapal survey dan berfungsi sebagai Rover_Station. Pengamatan absolut posisioning di titik Referensi Station akan menghasilkan koordinat baru yang berbeda dengan koordinat fix nya. Besarnya perbedaan nilai ini dinamakan sebagai koreksi differensial dan dihitung untuk tiap signal satelit. Melalui gelombang UHF data link dalam format standar RCTM-104 koreksi ini dikirimkan setiap saat dari Referensi Station ke Rover Station melalui antena defferensial untuk kemudian di aplikasikan pada tiap signal satelit yang diterima oleh Rover Station. Dengan cara ini maka secara real time nilai koordinat Rover akan dapat ditentukan dengan ketelitian yang optimal (cm sd. submeter ) untuk penentuan posisi pada pekerjaan-pekerjaan hydrografi.
Survey Hidrografi
Sebelum pelaksanaan pengamatan posisi titik fix dimulai terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi:
A. PERSYARATAN KONSTELASI SETELIT GPS :
1. Minimum 4(empat) buah satelit GPS diamati secara bersamaan.
2. Nilai PDOP < 5 3. Elevation Mask receiver GPS di set 15° B. PERSYARATAN SISTEM DGPS 1. Mampu melakukan multi hitungan secara paralel 2. Bisa menanpilkan grafik PDOP dalam Time Series, Parameter Tinggi (H) dan Nomor Satelit (NSAT) untuk periode 1 jam s/d 24 jam. 3. Bisa menampilkan pesan/warning terhadap sistem yang digunakan. 4. Data storage di user dapat dipilih berdasarkan interval waktu. 5. Mempunyai kemampuan untuk mereplay dan menghitung kembali semua data hasil pengamatan. 6. Data hasil pengukuran harus disimpan dalam format NMEA yang disyaratkan. Pada pelaksanaan pengukuran posisi dengan teknik differensial real time kinematik peralatan yang digunakan adalah: * DGPS * GPS Navigasi * RFM96 Radio Modem Pacific Crest + Antena telemetri * Echosounder digital * Tranducer * Plat baja untuk Bar check * Laptop * Hypack Software pengolah data GPS untuk navigasi * Kapal Survey Untuk penyetingan alat dan data referensi adalah sebagai berikut : 1. Setting alat di stasiun kontrol darat terdiri dari DGPS + RFM96 Pacific Crest + Antena GPS + Antena Telemetri . Antena GPS dipasang pada statif dititik kontrol GPS yang dipakai, sedangkan antena telemetri dipasang di atas menara yang dibuat cukup tinggi di atas titik kontrol GPS yang dipakai. Setelah seting alat selesai masukkan nilai posisi titik stasiun kontrol GPS tersebut. 2. Seting alat di kapal (on board) terdiri dari DGPS + RFM96 Pacific Crest + Antena GPS + Antena Telemetri. 3. Masukan semua parameter penentuan posisi pada receiver GPS dan komputer, seperti informasi sbb: * Parameter Datum yang dipakai (jika diinginkan datum lokal ) * Nilai Datum Shift (jika diinginkan datum lokal ) * Sistem Proyeksi Peta yang dipakai * Nilai offset antena GPS terhadap Transducer (forward,starboard) Sistem DGPS di kapal yang telah terintegrasi dengan komputer akan dijalankan oleh Hypack software guna melakukan navigasi dan aquisisi data posisi setiap saat dalam sistem user (X,Y) dengan datum WGS-84. Posisi yang dihasilkan ini masih dipengaruhi oleh beberapa kesalahan sistematik. Melalui koreksi differential (dX,dY) yang dihasilkan oleh sistem DGPS di stasiun kontrol darat kemudian dihantarkan ke antena differential di kapal dan dikoreksikan pada data posisi sehingga diperoleh nilai data posisi yang terkoreksi dan ditampilkan secara real time pada monitor baik dalam bentuk grafik atau numerik. Dengan cara demikian maka akhirnya kita dapat menentukan koordinat titik fix dan juga informasi lainnya seperti jarak offline, jarak yang sudah ditempuh, jarak keakhir lajur, dll. Survey Hidrografi Sounding adalah penentuan kedalaman dasar laut yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi topografi dasar laut. Alat yang akan digunakan adalah digital echosunder. Sinkronisasi data kedalaman dan posisi horizontal dilakukan secara otomatis oleh firmware (software yang berada di dalam alat) . Pada proses perekaman, data posisi direkam dengan interval setiap dua detik (Fix Position Record) dan semua data kedalaman direkam dengan kecepatan 6 ping per detik. Pemasangan peralatan sounding dipasang dan dipastikan bahwa peralatan dipasang pada posisi yang aman dan kuat terhubung dengan kapal (terutama transducer dan antena). Konstruksi transducer akan dibuat sedemikian rupa sehingga transducer benar-benar dapat dipasang tegak lurus bidang permukaan laut. Transducer akan dipasang pada sisi luar di tengah-tengah bagian buritan dan haluan dengan kedalaman yang sesuai sehingga apabila kapal bergerak vertikal akibat gelombang, bagian bawah transducer tetap berada di bawah permukaan air. Setelah transducer dipasang dengan baik maka selanjutnya dilakukan kalibrasi (bar check). Bar check dilakukan dengan cara menenggelamkan sebuah plat baja/besi di bawah transducer dengan menggunakan kabel baja yang diberi tanda setiap lima meter sampai 20 m. Plat baja dengan kedalaman yang sudah ditentukan kemudian menjadi pembanding bacaan echosunder. Kalibrasi dilakukan dengan cara merubah kecepatan suara di air sedemikian rupa sehingga bacaan echosounder sama dengan panjang tali baja. Pengubahan kecepatan dilakukan dengan cara menginput secara digital melalui keypad echosounder. Kalibrasi akan dilakukan pada kedalaman yang berbeda-beda dan dilakukan pada saat sebelum dan sesudah survey. Untuk melakukan kalibrasi/barcheck ini akan dipilih lokasi/tempat yang permukaan airnya cukup tenang. Perekaman data posisi dan kedalaman dilakukan secara otomatis dan simulatan dalam bentuk digital sehingga terhindar dari kesalahan-kesalahan akibat sinkronisasi data posisi dan kedalaman secara manual. Setiap satu lajur ukuran akan disimpan dalam satu file dengan pemberian nama file yang unik sehingga memudahkan untuk pengecekan, pencarian dan pemrosesan data. Secara real time profile dasar laut pada lajur suvey tampil pada display komputer dan apabila dikehendaki dapat langsung dilakukan print out. Semua kegiatan survey pada tahap pelaksanaan ini terintegrasi dan dikendalikan oleh software sehingga terhindar dari human error. Pengolahan data dilakukan setiap hari setelah selesai pengukuran hari tersebut untuk selanjutnya dianalisa dan apabila ada kesalahan dapat diantisipasi secara cepat pada hari berikutnya. Pengolahan data terdiri dari downloading, verifikasi data, dan penggambaran. Proses downloading dan verifikasi data dilakukan menggunakan software Hypack. Ouput pada proses downloading adalah data dalam beberapa format NMEA yang disyaratkan. Data dalam format NMEA tersebut kemudian dengan mudah diubah menjadi bentuk No., X, Y, Z dan digunakan sebagai input pada proses penggambaran. Penggambaran kontur dilakukan menggunakan sotware LDD (LandDesktopDevelopment). f .Penentuan garis pantai Penentuan posisi garis pantai adalah penentuan posisi tanda permukaan air laut tertinggi (High Water Mark) di pantai. Pada daerah yang cukup terbuka, pengukuran dilakukan menggunakan GPS dengan metode stop and go dan untuk daerah yang relatif tertutup oleh tumbuhan (hutan bakau) pengukuran dilakukan menggunakan total station. Ada 3(tiga) kriteria dalam penetapan garis pantai untuk acuan pengukuran yaitu : * Untuk daerah pantai yang landai maka garis pantai ditetapkan sebagai posisi air pada kondisi pasang tertinggi. * Untuk daerah pantai yang mempunyai hutan bakau garis pantai ditetapkan pada ujung terluar dari hutan bakau tersebut. * Untuk daerah pantai berbentuk tebing garis pantai diambil pada garis batas tebing tersebut. Kerapatan pengukuran untuk garis pantai adalah maksimum 50 m untuk pantai yang relatif lurus (teratur) dan lebih rapat untuk bentuk garis pantai yang tidak teratur. Selain posisi, keterangan mengenai kondisi pantai juga merupakan hal penting yang akan direkam. Pengolahan data dilakukan dengan cara post processing dan selanjutnya data posisi dan keterangan obyek akan menjadi input pada proses penggambaran final. g. Pemrosesan data Tahap pengolahan data merupakan bagian terintegrasi dari rangkaian pekerjaan survey hydrografi secara keseluruhan dengan tujuan untuk mendapatkan data kedalaman yang benar. Beberapa koreksi yang harus dilakukan pada data hasil ukuran kedalaman terjadi akibat kesalahan-kesalahan sebagai berikut: 1). Kesalahan akibat gerakan kapal (sattlement dan squat) 2). Kesalahan akibat draft tranduser 3). Kesalahan akibat perubahan kecepatan gelombang suara, dan 4). Kesalahan lainnya yang perlu untuk diperhitungkan. Selain itu angka kedalaman juga harus diredusir kepada suatu bidang acuan kedalaman yaitu Low Water Spring (LWS) (tergantung penetapan). Hubungan matematika koreksi-koreksi di atas dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut: Do = Du + Dkgs D1 = Do + Dsss D2 = D1 + Dsr Dimana : Du = bacaan kedalaman yang diperoleh dari pengukuran Do = kedalaman suatu titik tegak lurus dibawah tranduser D1 = kedalaman suatu titik terhadap permukaan laut D2 = kedalaman suatu titik terhadap muka surutan Dkgs = koreksi kecepatan gelombang suara Dsss = koreksi sarat tranduser Dsr = koreksi surutan h. Koreksi surutan Koreksi surutan diberikan untuk mereduksi seluruh data ukuran kedalaman kedalam suatu bidang acuan yang disebut Chart Datum yang mana dalam hal ini didefinisikan sebagai Low Water Spring (LWS). Besarnya nilai koreksi surutan ini diperoleh dari hasil analisa pasut seperti dijelaskan di atas. Dengan menggunakan perangkat lunak Hypack, pemberian koreksi syarat tranduser, sattlement dan squat serta pengaruh perbedaan kecepatan gelombang suara secara otomatis dikerjakan pada waktu pelaksanaan pengukuran di lapangan, sehingga data ukuran yang diperoleh sudah terbebas dari pengaruh kesalahan-kesalahan tersebut. Jadi pada tahap pemrosesan, data-data yang diperoleh tinggal direduksi ke bidang acuan kedalaman/chart datum. Setelah data hasil ukuran kedalaman dikoreksi kemudian data-data tersebut yaitu data posisi dan waktu akan disimpan kedalam format ASCII dengan format : Bujur, Lintang, Kedalaman(m) dan Waktu. i. Penyajian data Setelah semua data lapangan selesai diolah dan sudah dalam bentuk digital dengan format B,L,H,T (bujur, lintang, kedalaman, waktu) kemudian di eksport ke dalam format drawing menggunakan LDD. Data gambar pertama yang akan tempil adalah berupa point, deskripsi, elevasi dan no.point yang tersimpan dalam layer berbeda. Kemudian dengan menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada dalam software tersebut kita akan melakukan filtering, surfacing, conturing dan interpolasi. Produk akhir dari prosesing ini akan diperoleh peta bathimetri digital dalam format DWG/DXF yang kemudian akan dicetak dengan skala yang diinginkan. Unsur-unsur yang akan disajikan pada peta batimetri tersebut meliputi : * Angka kedalaman dengan kerapatan 1 cm pada skala peta * Kontur kedalaman * Garis pantai dan sungai * Tanda atau sarana navigasi * Informasi dasar laut, dll Sistem proyeksi yang dipakai pada pembuatan peta batimetri ini menggunakan sistem Transver Mercator (TM) dengan datum WGS 84, sedangkan sistem koordinat grid yang akan dipakai adalah UTM (Easting, Norting, Kedalaman) maupun Geodetik (Lintang, Bujur, Kedalaman). REFERENSI: UNB, 1988 : Hydrographic Surveying, Lecture Note, Departement of Surveying Engineering, University of New Brunswick, Fredericton. Marble, D.F, Calkins, H.W, Peuquet, D.J. 1984. Basic Reading In Geographic Information System. SPAD System, Ltd.
Share
SURVEY HIDROGRAFI UNTUK MONITORING ALUR PELAYARAN
Friday, 21 January 2011 11:09 Nopindra Irawan (pi3n_k3r3n@yahoo.com) Tentang Hidrografi
E-mail Print PDF
SURVEY HIDROGRAFI UNTUK MONITORING ALUR PELAYARAN
Alur pelayaran dan rambu rambunya yang ada sekarang ini perlu dilakukan pemantauan dan pemeliharaan secara rutin untuk menjaga keselamatan dan kelancaran kapal yang melakukan pelayaran tersebut. Bahaya terjadinya kecelakaan pada pelayaran memberikan dampak yang sangat luas, bukan hanya faktor nyawa manusia di kapal yang bersangkutan namun pada kapal pengangkut bahan-bahan cair lainnya yang mengalami musibah tenggelam dan terbawa arus laut, sehingga pengotoran/polusi laut akan menyebar luas ketempat lain yang jauh dari tempat kejadian.
Pemeliharaan alur pelayaran dapat dilakukan dengan melaksanakan survey hydrografi secara berkala, Dengan alat GPS serta menggunakan metode differensial real time kinematik dapat membantu kegiatan survey secara cepat dan tepat di bandingkan dengan memakai peralatan yang konvensional seperti busur sextan, theodolite, dan alat bantu lainnya. Penggunaan metode differensial real time kinematik dapat menentukan posisi kapal secara teliti dalam waktu yang sangat singkat, sekaligus menentukan arah dan kecepatan kapal untuk melakukan survey.
Dengan memakai cara ini dapat mempersingkat pelaksanaan dan pemrosesan data dengan tingkat akurasi 1-3 meter, untuk pelaksanaan survey kolam pelabuhan saja dapat diselesaikan dengan waktu kurang lebih 7 hari sampai 12 hari dengan syarat tidak terjadi gangguan koneksi alat. Karena metode ini sudah memakai peralatan yang komputerise, sehingga pemrosesan datanya memiliki waktu yang lebih singkat dari pelaksanaan surveynya, dengan perbandingan 70:30 (70% untuk pelaksanaan survey dan 30% untuk pemrosesan data). Seiring perkembangan jaman, metode differensial real time kinematik cukup cepat dan tepat dalam pelaksanaan survey hydrografi, tetapi untuk ketelitian dapat di tingkatkan dengan menggunakan metode differensial yang terdapat di GPS. Hasil yang di dapat untuk penggunaan metode ini memiliki ketelitian 3 – 50cm tergantung dari pemrosesan data akhirnya.
Alur pelayaran mempunyai fungsi untuk memberi jalan kepada kapal untuk memasuki wilayah pelabuhan dengan aman dan mudah dalam memasuki kolam pelabuhan. Fungsi lain dari alur pelayaran adalah untuk menghilangkan kesulitan yang akan timbul karena gerakan kapal kearah atas (minimum ships maneuver activity) dan gangguan alam, maka perlu bagi perencanaan untuk memperhatikan keadaan alur pelayaran (ship channel) dan mulut pelabuhan (port entrance). Alur pelayaran harus memperhatikan besar kapal yang akan dilayani (panjang, lebar, berat, dan kecepatan kapal), jumlah jalur lalu lintas, bentuk lengkung alur yang berkaitan dengan besar jari – jari alur tersebut. Karena perbedaan antara perkiraan dan realisasi sering terjadi, maka penyediaan alur perlu dilakukan untuk mengantisipasi kehadiran kapal-kapal besar. Suatu penelitian tentang karakteristik alur perlu di evaluasi terhadap pergerakan trafik yang ada, pengaruh cuaca, operasi dari kapal nelayan, dan karakteristik alur tersebut. Dengan semakin meningkatnya perekonomian dunia maka penggunaan transportasi laut semakin padat, khususnya pada daerah sempit, seperti selat dan kanal, ataupun daerah yang terkonsentrasi seperti pelabuhan dan persilangan lintasan lalu lintas pelayaran yang dapat menimbulkan resiko tinggi untuk terjadinya kecelakaan pelayaran, baik berupa tabrakan sesama kapal ataupun bahaya pelayaran lainnya seperti bangkai kapal atau kandas di kedalaman yang dangkal.
Untuk pemeliharaan alur pelayaran biasanya dilakukan pengerukan secara berkala, perencanaan pengerukan tersebut memerlukan data-data keadaan permukaan dasar laut untuk dapat diketahui berapa volume rencana pengerukan. Survey hydrografi sangat penting peranannya untuk perencanaan pengerukan tersebut, karena hasil survey tersebut berupa data-data keadaan permukaan dasar laut yang disajikan berupa peta.
Adapun tahap-tahap pelaksanaan survey hydrografi ini adalah
a. Survey pendahuluan
Tahapan survey pendahuluan akan dimulai dengan melakukan orientasi di lokasi survey yang telah direncanakan serta mengadakan pengamatan terhadap aspek-aspek penting yang berhubungan dengan pelaksanaan survey. Adapun langkah dalam survey pendahuluan yang akan dilakukan sesuai dengan spesifikasi teknis adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi tugu/BM (Benchmark) referensi yang akan dipakai acuan dalam pekerjaan adalah tugu orde 1 atau 2 yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal dan BPN.
2. Identifikasi lokasi stasiun pasang surut terdekat ke lokasi survey.
3. Identifikasi dan pemilihan lokasi-lokasi rencana pemasangan tugu (BM) dan stasiun pasut disekitar lokasi survey.
4. Penentuan lokasi awal dimana pengukuran sounding akan dimulai.
5. Mengisi formulir survey serta membuat deskripsi informasi pencapaian lokasi titik BM dan stasiun pasut yang ada maupun rencana, serta informasi-informasi lainnya yang dianggap penting.
b. Penyediaan titik kontrol horizontal
Penentuan jaring kontrol horizontal bertujuan untuk menyediakan titik referensi bagi kegiatan pekerjaan selajutnya sehingga berada dalam satu sistem koordinat. Agar sistem koordinat ini terikat pada sistem kerangka dasar nasional maka perlu diikatkan pada titik tetap Bakosurtanal yang telah menggunakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) yang ditetapkan tahun 1996 dan merupakan datum yang mengacu pada datum Internasional WGS-84.
c. Pengamatan pasang surut
Fonomena pasang surut laut didefinisikan sebagai gerakan vertikal dari permukaan laut yang terjadi secara periodik. Adanya fonomena pasut berakibat kedalaman suatu titik berubah-ubah setiap waktu. Untuk itu dalam setiap pekerjaan survey hydrografi perlu ditetapkan suatu bidang acuan kedalaman laut yang disebut Muka Surutan/Chart Datum.
Tujuan dari pengamatan pasut ini selain untuk menentukan muka surutan juga untuk menentukan koreksi hasil ukuran kedalaman.
Survey Hidrografi
Dari gambar di atas diperoleh hubungan sebagai berikut :
rt= (Tt-Ho+Zo)
Dengan :
rt = besarnya reduksi pasut yang diberikan kepada hasil pengukuran kedalaman pada –t
Tt = kedudukan pengukuran laut sebenarnya pada waktu –t
Ho = keadaan permukaan laut rata-rata
Zo = kedalaman muka surutan di bawah MSL
d. Penentuan posisi horizontal titik fix menggunakan GPS dengan metode differensial real time kinematik
Pada teknologi ini satu receiver GPS akan dipasang pada titik kontrol darat dengan ketelitian tinggi yang terikat dengan titik tetap bakosurtanal dan akan berfungsi sebagai Referensi_Station sedangkan receiver lainnya dipasang di kapal survey dan berfungsi sebagai Rover_Station. Pengamatan absolut posisioning di titik Referensi Station akan menghasilkan koordinat baru yang berbeda dengan koordinat fix nya. Besarnya perbedaan nilai ini dinamakan sebagai koreksi differensial dan dihitung untuk tiap signal satelit. Melalui gelombang UHF data link dalam format standar RCTM-104 koreksi ini dikirimkan setiap saat dari Referensi Station ke Rover Station melalui antena defferensial untuk kemudian di aplikasikan pada tiap signal satelit yang diterima oleh Rover Station. Dengan cara ini maka secara real time nilai koordinat Rover akan dapat ditentukan dengan ketelitian yang optimal (cm sd. submeter ) untuk penentuan posisi pada pekerjaan-pekerjaan hydrografi.
Survey Hidrografi
Sebelum pelaksanaan pengamatan posisi titik fix dimulai terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi:
A. PERSYARATAN KONSTELASI SETELIT GPS :
1. Minimum 4(empat) buah satelit GPS diamati secara bersamaan.
2. Nilai PDOP < 5 3. Elevation Mask receiver GPS di set 15° B. PERSYARATAN SISTEM DGPS 1. Mampu melakukan multi hitungan secara paralel 2. Bisa menanpilkan grafik PDOP dalam Time Series, Parameter Tinggi (H) dan Nomor Satelit (NSAT) untuk periode 1 jam s/d 24 jam. 3. Bisa menampilkan pesan/warning terhadap sistem yang digunakan. 4. Data storage di user dapat dipilih berdasarkan interval waktu. 5. Mempunyai kemampuan untuk mereplay dan menghitung kembali semua data hasil pengamatan. 6. Data hasil pengukuran harus disimpan dalam format NMEA yang disyaratkan. Pada pelaksanaan pengukuran posisi dengan teknik differensial real time kinematik peralatan yang digunakan adalah: * DGPS * GPS Navigasi * RFM96 Radio Modem Pacific Crest + Antena telemetri * Echosounder digital * Tranducer * Plat baja untuk Bar check * Laptop * Hypack Software pengolah data GPS untuk navigasi * Kapal Survey Untuk penyetingan alat dan data referensi adalah sebagai berikut : 1. Setting alat di stasiun kontrol darat terdiri dari DGPS + RFM96 Pacific Crest + Antena GPS + Antena Telemetri . Antena GPS dipasang pada statif dititik kontrol GPS yang dipakai, sedangkan antena telemetri dipasang di atas menara yang dibuat cukup tinggi di atas titik kontrol GPS yang dipakai. Setelah seting alat selesai masukkan nilai posisi titik stasiun kontrol GPS tersebut. 2. Seting alat di kapal (on board) terdiri dari DGPS + RFM96 Pacific Crest + Antena GPS + Antena Telemetri. 3. Masukan semua parameter penentuan posisi pada receiver GPS dan komputer, seperti informasi sbb: * Parameter Datum yang dipakai (jika diinginkan datum lokal ) * Nilai Datum Shift (jika diinginkan datum lokal ) * Sistem Proyeksi Peta yang dipakai * Nilai offset antena GPS terhadap Transducer (forward,starboard) Sistem DGPS di kapal yang telah terintegrasi dengan komputer akan dijalankan oleh Hypack software guna melakukan navigasi dan aquisisi data posisi setiap saat dalam sistem user (X,Y) dengan datum WGS-84. Posisi yang dihasilkan ini masih dipengaruhi oleh beberapa kesalahan sistematik. Melalui koreksi differential (dX,dY) yang dihasilkan oleh sistem DGPS di stasiun kontrol darat kemudian dihantarkan ke antena differential di kapal dan dikoreksikan pada data posisi sehingga diperoleh nilai data posisi yang terkoreksi dan ditampilkan secara real time pada monitor baik dalam bentuk grafik atau numerik. Dengan cara demikian maka akhirnya kita dapat menentukan koordinat titik fix dan juga informasi lainnya seperti jarak offline, jarak yang sudah ditempuh, jarak keakhir lajur, dll. Survey Hidrografi Sounding adalah penentuan kedalaman dasar laut yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi topografi dasar laut. Alat yang akan digunakan adalah digital echosunder. Sinkronisasi data kedalaman dan posisi horizontal dilakukan secara otomatis oleh firmware (software yang berada di dalam alat) . Pada proses perekaman, data posisi direkam dengan interval setiap dua detik (Fix Position Record) dan semua data kedalaman direkam dengan kecepatan 6 ping per detik. Pemasangan peralatan sounding dipasang dan dipastikan bahwa peralatan dipasang pada posisi yang aman dan kuat terhubung dengan kapal (terutama transducer dan antena). Konstruksi transducer akan dibuat sedemikian rupa sehingga transducer benar-benar dapat dipasang tegak lurus bidang permukaan laut. Transducer akan dipasang pada sisi luar di tengah-tengah bagian buritan dan haluan dengan kedalaman yang sesuai sehingga apabila kapal bergerak vertikal akibat gelombang, bagian bawah transducer tetap berada di bawah permukaan air. Setelah transducer dipasang dengan baik maka selanjutnya dilakukan kalibrasi (bar check). Bar check dilakukan dengan cara menenggelamkan sebuah plat baja/besi di bawah transducer dengan menggunakan kabel baja yang diberi tanda setiap lima meter sampai 20 m. Plat baja dengan kedalaman yang sudah ditentukan kemudian menjadi pembanding bacaan echosunder. Kalibrasi dilakukan dengan cara merubah kecepatan suara di air sedemikian rupa sehingga bacaan echosounder sama dengan panjang tali baja. Pengubahan kecepatan dilakukan dengan cara menginput secara digital melalui keypad echosounder. Kalibrasi akan dilakukan pada kedalaman yang berbeda-beda dan dilakukan pada saat sebelum dan sesudah survey. Untuk melakukan kalibrasi/barcheck ini akan dipilih lokasi/tempat yang permukaan airnya cukup tenang. Perekaman data posisi dan kedalaman dilakukan secara otomatis dan simulatan dalam bentuk digital sehingga terhindar dari kesalahan-kesalahan akibat sinkronisasi data posisi dan kedalaman secara manual. Setiap satu lajur ukuran akan disimpan dalam satu file dengan pemberian nama file yang unik sehingga memudahkan untuk pengecekan, pencarian dan pemrosesan data. Secara real time profile dasar laut pada lajur suvey tampil pada display komputer dan apabila dikehendaki dapat langsung dilakukan print out. Semua kegiatan survey pada tahap pelaksanaan ini terintegrasi dan dikendalikan oleh software sehingga terhindar dari human error. Pengolahan data dilakukan setiap hari setelah selesai pengukuran hari tersebut untuk selanjutnya dianalisa dan apabila ada kesalahan dapat diantisipasi secara cepat pada hari berikutnya. Pengolahan data terdiri dari downloading, verifikasi data, dan penggambaran. Proses downloading dan verifikasi data dilakukan menggunakan software Hypack. Ouput pada proses downloading adalah data dalam beberapa format NMEA yang disyaratkan. Data dalam format NMEA tersebut kemudian dengan mudah diubah menjadi bentuk No., X, Y, Z dan digunakan sebagai input pada proses penggambaran. Penggambaran kontur dilakukan menggunakan sotware LDD (LandDesktopDevelopment). f .Penentuan garis pantai Penentuan posisi garis pantai adalah penentuan posisi tanda permukaan air laut tertinggi (High Water Mark) di pantai. Pada daerah yang cukup terbuka, pengukuran dilakukan menggunakan GPS dengan metode stop and go dan untuk daerah yang relatif tertutup oleh tumbuhan (hutan bakau) pengukuran dilakukan menggunakan total station. Ada 3(tiga) kriteria dalam penetapan garis pantai untuk acuan pengukuran yaitu : * Untuk daerah pantai yang landai maka garis pantai ditetapkan sebagai posisi air pada kondisi pasang tertinggi. * Untuk daerah pantai yang mempunyai hutan bakau garis pantai ditetapkan pada ujung terluar dari hutan bakau tersebut. * Untuk daerah pantai berbentuk tebing garis pantai diambil pada garis batas tebing tersebut. Kerapatan pengukuran untuk garis pantai adalah maksimum 50 m untuk pantai yang relatif lurus (teratur) dan lebih rapat untuk bentuk garis pantai yang tidak teratur. Selain posisi, keterangan mengenai kondisi pantai juga merupakan hal penting yang akan direkam. Pengolahan data dilakukan dengan cara post processing dan selanjutnya data posisi dan keterangan obyek akan menjadi input pada proses penggambaran final. g. Pemrosesan data Tahap pengolahan data merupakan bagian terintegrasi dari rangkaian pekerjaan survey hydrografi secara keseluruhan dengan tujuan untuk mendapatkan data kedalaman yang benar. Beberapa koreksi yang harus dilakukan pada data hasil ukuran kedalaman terjadi akibat kesalahan-kesalahan sebagai berikut: 1). Kesalahan akibat gerakan kapal (sattlement dan squat) 2). Kesalahan akibat draft tranduser 3). Kesalahan akibat perubahan kecepatan gelombang suara, dan 4). Kesalahan lainnya yang perlu untuk diperhitungkan. Selain itu angka kedalaman juga harus diredusir kepada suatu bidang acuan kedalaman yaitu Low Water Spring (LWS) (tergantung penetapan). Hubungan matematika koreksi-koreksi di atas dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut: Do = Du + Dkgs D1 = Do + Dsss D2 = D1 + Dsr Dimana : Du = bacaan kedalaman yang diperoleh dari pengukuran Do = kedalaman suatu titik tegak lurus dibawah tranduser D1 = kedalaman suatu titik terhadap permukaan laut D2 = kedalaman suatu titik terhadap muka surutan Dkgs = koreksi kecepatan gelombang suara Dsss = koreksi sarat tranduser Dsr = koreksi surutan h. Koreksi surutan Koreksi surutan diberikan untuk mereduksi seluruh data ukuran kedalaman kedalam suatu bidang acuan yang disebut Chart Datum yang mana dalam hal ini didefinisikan sebagai Low Water Spring (LWS). Besarnya nilai koreksi surutan ini diperoleh dari hasil analisa pasut seperti dijelaskan di atas. Dengan menggunakan perangkat lunak Hypack, pemberian koreksi syarat tranduser, sattlement dan squat serta pengaruh perbedaan kecepatan gelombang suara secara otomatis dikerjakan pada waktu pelaksanaan pengukuran di lapangan, sehingga data ukuran yang diperoleh sudah terbebas dari pengaruh kesalahan-kesalahan tersebut. Jadi pada tahap pemrosesan, data-data yang diperoleh tinggal direduksi ke bidang acuan kedalaman/chart datum. Setelah data hasil ukuran kedalaman dikoreksi kemudian data-data tersebut yaitu data posisi dan waktu akan disimpan kedalam format ASCII dengan format : Bujur, Lintang, Kedalaman(m) dan Waktu. i. Penyajian data Setelah semua data lapangan selesai diolah dan sudah dalam bentuk digital dengan format B,L,H,T (bujur, lintang, kedalaman, waktu) kemudian di eksport ke dalam format drawing menggunakan LDD. Data gambar pertama yang akan tempil adalah berupa point, deskripsi, elevasi dan no.point yang tersimpan dalam layer berbeda. Kemudian dengan menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada dalam software tersebut kita akan melakukan filtering, surfacing, conturing dan interpolasi. Produk akhir dari prosesing ini akan diperoleh peta bathimetri digital dalam format DWG/DXF yang kemudian akan dicetak dengan skala yang diinginkan. Unsur-unsur yang akan disajikan pada peta batimetri tersebut meliputi : * Angka kedalaman dengan kerapatan 1 cm pada skala peta * Kontur kedalaman * Garis pantai dan sungai * Tanda atau sarana navigasi * Informasi dasar laut, dll Sistem proyeksi yang dipakai pada pembuatan peta batimetri ini menggunakan sistem Transver Mercator (TM) dengan datum WGS 84, sedangkan sistem koordinat grid yang akan dipakai adalah UTM (Easting, Norting, Kedalaman) maupun Geodetik (Lintang, Bujur, Kedalaman). REFERENSI: UNB, 1988 : Hydrographic Surveying, Lecture Note, Departement of Surveying Engineering, University of New Brunswick, Fredericton. Marble, D.F, Calkins, H.W, Peuquet, D.J. 1984. Basic Reading In Geographic Information System. SPAD System, Ltd.
Response to "INFO DAN ALAT NAVIGASI"